Lupus Eritematosus Sistemik

7/14/2020
DEFINISI
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.1
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS3
Pada individu dengan predisposisi genetik terhadap LES Ã  Timbul gangguan toleransi sel T terhadap self-antigen Ã  Terbentuk suatu sel T yang autoreaktif dan menginduksi sel B untuk memproduksi autoantibodi.
Pemicu gangguan toleransi ini diduga berupa:
1.      Hormon seks Ã  Peningkatan estrogen + aktivitas androgen yang tidak adekuat
2.      Sinar ultraviolet
3.      Obat-obatan Ã  Prokainamid, hidralazin. chlorpromazin, isoniazid, fenitoin. penisilamin
4.      Infeksi tertentu Ã  Retrovirus, DNA bakteri, endotoksin

Autoantibodi yang terbentuk Ã  Menyerang nukleus, sitoplasma, permukaan sel. IgG, maupun faktor koagulasi (self molecules).
Antibodi yang spesifik ditemukan pada penderita LES adalah ANA, anti ds-DNA, dan anti-Sm antibody.
lkatan autoantibodi dengan antigennya Ã  Membentuk kompleks imun yang beredar ke seluruh tubuh dan di luar kemampuan fagosit mononuklear. Adanya deposit kompleks imun Ã  Memicu aktivasi sistem komplemen Ã  Mengaktifkan respon inflamasi dan gangguan organ terkait.
ANAMNESIS4
Keluhan
Manifestasi klinik LES sangat beragam dan seringkali tidak terjadi saat bersamaan, Keluhan awal dapat berupa Ã  Kelelahan, nyeri sendi yang berpindah-pindah, rambut rontok, ruam pada wajah. sakit kepala, demam, ruam kulit setelah terpapar sinar matahari, gangguan kesadaran, sesak, edema anasarka.

Faktor Risiko
Pasien dengan gejala klinis yang mendukung dan memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit autoimun meningkatkan kecurigaan adanya LES.
PEMERIKSAAN FISIK4
Hampir seluruh sistem organ dapat terlibat dalam LES. Manifestasi yang umum didapatkan antara lain:
1.     Gejala konstitusional: Kelelahan, demam (biasanya tidak disertai menggigil), penurunan berat badan, rambut rontok, bengkak, dan sakit kepala.
2.     Manifestasi muskuloskeletal dijumpai >90%: Mialgia, artralgia atau artritis (tanpa bukti jelas inflamasi sendi).
3.     Manifestasi mukokutaneus: Ruam malar/ruam kupu-kupu, fotosensitifitas, alopecia, dan ruam diskoid.
4.     Manifestasi paru: Pneumonitis (sesak, batuk kering, ronkhi di basal), emboli paru, hipertensi pulmonum, dan efusi pleura.
5.     Manifestasi kardiologi: Pleuropericardial friction rubs, takipneu, murmur sistolik, gambaran perikarditis, miokarditis dan penyakit jantung koroner.
6.     Manifestasi renal dijumpai pada 40-75% penderita setelah 5 tahun menderita lupus: Hipertensi, hematuria, edema perifer, dan edema anasarka.
7.     Manifestasi gastrointestinal umumnya merupakan keterlibatan berbagai organ dan akibat pengobatan: Mual, dispepsia, nyeri perut, dan disfagi.
8.     Manifestasi neuropsikiatrik: Kejang dan psikosis.
9.     Manifestasi hematologi: Leukopeni, lymphopenia, anemia atau trombositopenia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG2,4
1.      Laboratorium
  a.  Pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap) dengan hitung diferensial Ã  leukopeni, trombositopeni, dan anemia.
  b.  Pemeriksaan serum kreatinin Ã  Peningkatan serum kreatinin.
  c.  Urinalisis menunjukkan adanya eritrosit dan proteinuria.
2.      Radiologi Ã  X-ray thoraks dapat menunjukkan adanya efusi pleura.
3.      Autoantibodi Ã  ANA, anti-dsDNA, anti-Sm, anti-Ro, antibodi antifosfolipid
4.      Komplemen Ã  Kadar C3 dan C4 rendah
Manifestasi klinis LES tersering berdasarkan data dari beberapa rumah sakit di Indonesia Ã  Artritis 32,9-75,5%; kelainan kulit dan mukosa 13,2-86,3%; nefritis lupus 10,8-65,5%; kelelahan 51,1-58,1%; dan demam 39,3-54,9%.
Manifestasi laboratoris tersering Ã  ANA positif 98,4%; anti-dsDNA positif 47%, limfopenia 75,4%; dan anemia hemolitik 26,08-34,6%.
DIAGNOSIS
Diagnosis LES dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan laboratorium. Berdasarkan American College of Rheumatology (ACR) tahun 1997, LES dapat ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.1–4
Tabel 1. Kriteria Klasifikasi LES-ACR 19974

KRITERIA SLICC 2012: Terdiri dari 17 kriteria Ã  Diagnosis SLE jika terdapat 4 dari 17 kriteria minimal 1 kriteria klinis dan 1 kriteria imunologi/pasien dengan nefritis sesuai SLE dan terbukti dari biopsi disertai pemerikaan ANA atau anti-dsDNA (+).
                                                      Tabel 2. Kriteria Klasifikasi SLICC 2012

Pada tahun 2018 diajukan kriteria klasifikasi baru dari EULAR/ACR yang telah divalidasi dengan sensitivitas 96,12% dan spesifisitas 93,38%. Kriteria klasifikasi ini dapat digunakan jika titer ANA-IF positif ≥1:80 dan tidak ada kemungkinan penyebab selain LES.5 

Tabel 3. Kriteria Klasifikasi EULAR/ACR 20192,5,6
DIAGNOSIS BANDING2,4
1.      Undifferentiated connective tissue disease
2.      Sindrom Sjogren primer
3.      Sindrom antibodi antifosfolipid primer
4.      Fibromialgia
5.      Purpura trombositopenia idiopatik
6.      Artritis reumatoid dini
7.      Penyakit tiroid autoimun
8.      Vaskulitis
9.      Infeksi (TB, HIV, MH)
10.  Keganasan
DERAJAT LES
Tabel 4. Derajat LES Rekomenasi IRA (Indonesian Rheumatology Association)2

TATALAKSANA
Terapi Medikamentosa3
a.      Kortikosteroid Ã  Lini pertama
b.      Berdasarkan dosisnya, pemberian kortikosteroid dibedakan menjadi 4 derajat:
1.    Dosis rendah: ≤7,5mg prednison/hari (diberikan pada LES ringan)
2.    Dosis sedang: 7,5-30mg prednison/hari (diberikan pada LES ringan atau aktif)
3.    Dosis tinggi: 30-100mg prednison/hari (diberikan pada kasus LES aktif)
4.    Dosis sangat tinggi: >100mg prednison/hari (diberikan pada LES dengan krisis akut: vaskulitis luas, nefritis lupus, lupus serebral)
5.    Terapi pulse: ≥250mg prednison/hari (diberikan pada LES dengan krisis akut)
6.    Pada kasus LES derajat berat/mengancam nyawa, kortikosteroid diberikan dosis tinggi 1mg/KgBB/hari prednison 4-6 minggu, kemudian diturunkan secara bertahap. Pemberian kortikosteroid didahului oleh injeksi metilprednisolon intravena 500mg-1g selama 3 hari berturut-turut.
c.      Pemberian kombinasi obat simtomatik, anti-inflamasi, dan imunomodulator
-         Analgetik. berupa parasetamol per oral dosis 3x500 mg
-         Antiinflamasi Ã  OAINS dan kortikosteroid dosis rendah (misalnya setara prednison <10mg/hari)
-         Antimalaria, berupa klorokuin basa 3,5-4,0mg /KgBB/hari (150 - 300 mg/hari).
d.     Pada LES derajat berat diberikan agen sitotoksik seperti azatioprin. Siklofosfamid, metotreksat, siklosporin. dan mikofenolat mofetil.
e.     Terapi suportif sesuai komplikasi organ yang terkena.
Terapi Non Medikamentosa dan Edukasi3,4
Program rehabilitasi: Tirah baring, terapi fisik, terapi dengan modalitas, dan penggunaan ortotik.
Konseling dan edukasi diberikan oleh dokter setelah menerima rujukan balik dari layanan sekunder:
1.    Intervensi psikososial dan penyuluhan langsung pada pasien dan keluarganya.
2.    Menyarankan pasien untuk bergabung dalam kelompok penyandang lupus
3.    Pasien disarankan untuk tidak terlalu banyak terpapar sinar matahari dan selalu menggunakan krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang serta menggunakan payung.
4.    Pemantauan dan penjelasan mengenai efek penggunaan steroid jangka panjang terhadap pasien.
5.    Pasien diberi edukasi agar berobat teratur dan bila ada keluhan baru untuk segera berobat.
KOMPLIKASI4
1.      Anemia hemolitik
2.      Trombosis
3.      Lupus serebral
4.      Nefritis lupus
5.      Infeksi sekunder
KRITERIA RUJUKAN4
1.    Setiap pasien yang di diagnosis sebagai LES atau curiga LES harus dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis anak untuk memastikan diagnosis
2.    Pada pasien LES manifestasi berat atau mengancam nyawa perlu segera dirujuk ke pelayanan kesehatan tersier bila memungkinkan.
PROGNOSIS4
Prognosis pasien LES sangat bervariasi bergantung pada keterlibatan organnya. Sekitar 25% pasien dapat mengalami remisi selama beberapa tahun, tetapi hal ini jarang menetap. Prognosis buruk (50% mortalitas dalam 10 tahun) terutama berkaitan dengan keterlibatan ginjal. Penyebab utama mortalitas umumnya gagal ginjal, infeksi, serta tromboemboli.


DAFTAR PUSTAKA
1.        lsbagio H, Kasjmir YI, Setyohadi B, Suarjana N. Lupus Eritematosus Sistemik. In: Setiali S, Alwi I, Sudoyo AW, Simad IM, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: lnternaPublishing: 2014.
2.        Sumariyono, Kalim H, Setyohadi B, Hidayat R, Najirman, Hamijoyo L, et al. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2019.
3.        Rosani S, Isbagio H. Lupus Eritomatosus Sistemik. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014
4.        Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 1nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017.
5.        Petri M, Goldman D, Magder LS, Validation of proposed EULAR/ACR SLE classification criteria versus SLICC SLE classification criteria. Arthritis Rheumatol [Internet). 2018;70(suppl 10), Available from: https:/acrabstracts.org/abstract/validation-of-propose.
6.        Tedeschi SK, Johnson SR, Boumpas DT, Daikh D, Dorner T, Diamond B, et al. Multicriteria decision analysis process to develop new classification criteria for systemic lupus erythematosus. Ann Rheum Dis. 2019;78(5):634-40. 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.